Rabu, 29 Agustus 2007

Tulisan Wakor Ed Forum di Koran

Saatnyakah UN SD?
Oleh Dr. ELIN DRIANA

BELUM reda kontroversi ujian nasional tingkat SMP danSMA, pemerintah tengah berencana menyelenggarakanujian kelulusan bagi siswa SD mulai tahun 2008.Kepastian penyelenggaraan ujian nasional sekolah dasar(UN SD) ini pun masih ditunggu-tunggu sementara tahunajaran baru 2007/2008 sudah berlangsung.Di tengah ketidakpastian tersebut, mau tidak mauguru-guru di kelas 6 mulai melakukanpenyesuaian-penyesuaian guna mempersiapkan siswamengikuti UN. Misalnya, kurikulum kelas 6 yang disusununtuk satu tahun terpaksa dipadatkan menjadi satusemester agar siswa dapat berkonsentrasi mempersiapkanUN pada semester berikutnya. Orang tua pun mulai sibukmencari-cari bimbingan belajar bagi putra-putrinyademi persiapan UN.Memacu motivasi belajar siswa dalam meningkatkanprestasi akademik mereka merupakan dalih yang kerapdikemukakan oleh pemerintah untuk membela UN.Argumentasi sejenis memang menjadi alasan yang seringdigunakan oleh para pengambil kebijakan pendidikan,termasuk di negara-negara lain. Sebagian alasantersebut dapat diterima karena tidak tertutupkemungkinan ada di antara siswa yang memiliki motivasibelajar yang rendah atau yang lebih banyakmenghabiskan waktunya untuk jalan-jalan ke mal ataumenonton sinetron tidak bermutu di televisi, misalnya,ketimbang belajar.Namun, menjadikan ujian kelulusan sebagai fokus utamaupaya peningkatan mutu pendidikan dapat mengaburkanmasalah-masalah krusial yang berkontribusi terhadapkesenjangan mutu pendidikan di tanah air, misalnyakesenjangan kualitas guru, gedung-gedung sekolah yangtidak layak dipakai, minimnya fasilitas penunjangproses pembelajaran, seperti buku-buku pelajaran,laboratorium, perpustakaan, dan internet, sertakemiskinan yang membelit sebagian masyarakat. Hal inidiperparah pula dengan tradisi "serbamendadak dantergesa-gesa" yang melekat dalam berbagai kebijakanyang dikeluarkan pemerintah di bidang pendidikan.Peluncuran kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),sertifikasi guru, ataupun UN SD merupakan sebagian diantara berbagai kebijakan dadakan lainnya. Terkait UNSD, berbagai dampak positif dan negatif yang dapatdiamati dari pelaksanaan ujian kelulusan tingkat SMPdan SMA maupun pengalaman di negara-negara lainselayaknya dipertimbangkan agar manfaat pelaksanaan UNSD lebih besar ketimbang mudaratnya. Dampak ujian kelulusanPenelitian-penelitian seputar dampak ujian kelulusanmaupun ujian kenaikan kelas kerap memberikan hasilyang bertolak belakang. Beberapa penelitianmenunjukkan bahwa keberadaan ujian kelulusanmeningkatkan prestasi akademik siswa untuk matapelajaran yang diujikan (Phelps, 2001), namunpenelitian lain menunjukkan tidak ada kontribusipositif pelaksanaan ujian kelulusan (Amrein &Berliner, 2003).Dalam penelitian terhadap dampak ujian kenaikan kelasbagi siswa kelas VI dan VIII di Chicago (istilah ujiankelulusan tidak digunakan untuk siswa SD dan SMP diAmerika Serikat), Roderick dan Angel (2001)menunjukkan adanya peningkatan semangat belajar dikalangan siswa yang kurang berprestasi. Akan tetapi,penelitian mereka juga mengindikasikan bahwa ujiankenaikan kelas tersebut tidak berpengaruh terhadapsiswa yang tidak hanya rendah prestasinya, tetapi jugaberasal dari keluarga miskin dengan berbagai problemsosial dan ekonomi. Tekanan yang lebih besar jugadialami guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah dikantong-kantong kemiskinan dengan kemampuan siswa yangkurang memadai pula.Penelitian-penelitian yang diterbitkan dalamjurnal-jurnal internasional maupun pemberitaan mediamassa mengindikasikan pula berbagai dampak negatifyang menyertai pelaksanaan ujian kelulusan. Salah satuyang kerap dikemukakan adalah terfokusnya pembelajaranpada mata pelajaran yang diujikan sehingga matapelajaran yang tidak diujikan menjadi terabaikan.Selain itu, proses belajar yang berupaya menggaliaspek kreativitas terpinggirkan karena cenderungmemfokuskan diri pada latihan-latihan soal.Negara tetangga kita, Singapura yang memang memilikiujian kelulusan mulai tingkat SD sampai SMA danterkenal dengan prestasi siswa yang gemilangsebagaimana terekam dalam The Third InternationalMathematics and Science Studies (TIMSS), mulai sedikitmengendurkan standardisasi pendidikan yang merekalakukan selama ini sebagai upaya mendorong prosesbelajar yang lebih kreatif (Zhao, 2006).Ujian kelulusan juga meningkatkan risiko putussekolah, terutama bagi anak-anak yang berasal darikeluarga tidak mampu. Berdasarkan pengalamanpelaksanaan UN SMP dan SMA tahun lalu, ujian ulang,yang merupakan standar profesional penyelenggaraanujian yang berdampak besar terhadap masa depan siswa,ditiadakan. Padahal, tidak tertutup kemungkinan adasiswa yang tidak lulus karena kesalahan pengukuranyang selalu ada pada tiap tes (false negative). Amatdisayangkan bila upaya peningkatan prestasi akademikyang terbatas pada mata pelajaran yang diujikan mestidibayar mahal dengan meningkatnya angka putus sekolahbagi siswa SD karena akan mengancam keberhasilanprogram wajib belajar sembilan tahun.Pelaksanaan UN SMP dan SMA pun telah menimbulkankecemasan di kalangan siswa, guru, dan orang tuasehingga bimbingan tes seakan menjadi keharusan. Tidakada yang salah dengan memberikan pelajaran tambahanbagi siswa bila dirasa perlu. Namun, yang terjadi saatini adalah munculnya rasa tidak percaya yangberlebihan terhadap kemampuan guru dan sekolah dalammembekali murid-muridnya.Anak-anak dari keluarga miskin, yang tidak memilikikesempatan mengikuti bimbingan belajar, akan semakinsulit untuk berkompetisi dengan anak-anak darikeluarga berada untuk masuk ke sekolah yang bermutukarena nilai UN biasanya juga digunakan sebagaikriteria utama penerimaan siswa baru. Dengan demikian,kesenjangan akses terhadap pendidikan bermutuberdasarkan status ekonomi keluarga akan semakinlebar.Di samping itu, kebiasaan meranking sekolahberdasarkan hasil UN, secara langsung maupun tidaklangsung telah memicu praktik-praktik kecuranganpelaksanaan UN yang sulit dibuktikan, namun telahmenjadi rahasia umum. Boleh-boleh saja melakukanperankingan, tetapi ranking tersebut tidak dapatbegitu saja dijadikan ukuran kualitas guru maupunsekolah tanpa mempertimbangkan kualitas murid-muridyang masuk ke sekolah tersebut, baik secara akademismaupun latar belakang sosial ekonomi. Ranking tersebutbisa jadi hanya menggambarkan kondisi sosial ekonomikeluarga siswa, namun telah ditelan mentah-mentahsebagai ukuran kualitas guru dan sekolah. Belum siapPelaksanaan ujian kelulusan mungkin saja berpotensidalam meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaranyang diujikan, namun dampak-dampak negatif yangditimbulkan tidak dapat diabaikan begitu saja.Dampak-dampak negatif tersebut akan semakinmendominasi bila berbagai masalah yang menjadi sumberkesenjangan kualitas pendidikan maupun ekonomi ditanah air tidak dijadikan prioritas. Penelitianmutakhir yang dilakukan oleh Lee (2006) terhadap 50negara bagian di Amerika Serikat yang saat ini tengahmelakukan upaya-upaya standardisasi pendidikan,menegaskan bahwa upaya-upaya tersebut akan sia-siatanpa peningkatan kualitas guru, serta sarana danprasarana penunjang proses pembelajaran lainnya.Di samping itu, pelaksanaan ujian kelulusan jugamenuntut dipenuhi standar-standar profesionalpenyelenggaraan ujian yang berdampak besar terhadapmasa depan siswa. Antara lain, pertama, pelaksanaanujian ulang sebelum berakhirnya tahun ajaran agarsiswa memiliki peluang untuk melanjutkan studi tanpamengulang pada tahun berikutnya. Kedua, tersedianyaprogram remedial bagi siswa yang gagal dengan dibiayaioleh pemerintah pusat/ daerah agar tidak membebaniorang tua. Ketiga, adanya keterpaduan antara kurikulumdan proses pembelajaran di sekolah dengan ujiankelulusan.Tampaknya, belum saatnya bagi pemerintah untukmenyelenggarakan UN SD karena belum terpenuhiprasyarat yang dibutuhkan untuk memunculkan potensidampak positif ujian kelulusan.Kenyataan bahwa pelaksanaan KTSP yang diluncurkansecara tergesa-gesa di awal tahun ajaran 2006/2007masih menimbulkan kegagapan di lapangan, jugamerupakan salah satu bukti ketidaksiapan tersebut.Memaksakan pelaksanaan UN SD saat ini, berpotensimemunculkan berbagai dampak negatif yang tidakdiharapkan sehingga semakin menjauhkan diri dari upayamengurangi kesenjangan mutu pendidikan di tanahair.*** Penulis, Doktor Bidang Riset dan Evaluasi Pendidikanlulusan Ohio University, Athens, Ohio, USA.Koordinator Lembaga Konsultasi Pendidikan LazuardiHayati.

Selasa, 28 Agustus 2007

Laporan Herdina Tambunan (KAMG Jakarta)

Syalom KAMG,
Sesuai dengan undangan Education Forum kepada KAMG pada hari Senin 27 Agustus , Pukul 09.00- 15.00 WIB, saya ditugaskan untuk mewakili KAMG untuk mengikuti acara tersebut. Saya tiba di Wisma Kodel tempat berlangsungnya acara itu pikl 08.45. dan acara itu dimulai pada pukul 11.00 Wib. Acara yang seharusnya dihadiri oleh Ibu Yanti tidak datang berhubung Ibu itu sakit. Akhirnya rapat dipimpin oleh Bpk. Gatot (Sekretaris EF). Pengurus EF juga menghadiri acara itu, tapi koordinator ( Sophie Latjuba) EF tidak hadir.
Materi rapat pada hari itu adalah:
  1. Evaluasi terhadap kinerja EF
  2. Menampung ide-ide tentang apa yang harus dikerjakan EF lagi (apakah sebatas UN saja atau ada hal lain yang perlu dikaji)
  3. Menampung ide-ide upaya perbaikan kualitas pendidikan Indonesia
  4. Sharing tentang masing-masing komponen yang bergabung dengan EF
  5. Restrukturisasi pengurus EF
  6. Launching buku EF
Sebagai utusan KAMG, saya menceritakan tentang kondisi terakhir KAMG sesuai dengan sharing terakhir dengan pengurus KAMG (K’Resita) sewaktu kunjungan ke Jakarta pada hari Jumat yang lalu dan mensharingkan tentang laporan kronologis II yang disusun oleh KAM dan juga mensharingkan tentang Press Release tanggal 22 Agustus 2007.
Hasil pembahasan materi tersebut adalah EF akan mengkaji tentang :
  1. UN terus akan dikaji
  2. BHP
  3. Amandemen sisdiknas
  4. Anggaran (termasuk tentang korupsi anggran pendidikan)
  5. Guru ( sertifikasi, perlindungan guru, sosialisasi kurikulm)
  6. Perluasan akses pendidikan (salah satunya Homeschooling)
  7. Pembentukan Komisi Nasional Pendidikan
Materi tersebut akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
Restrukrisasi pengurus EF dilakukan untuk semakin meningkatakan keefektifan dan kefisienan EF. Dengan struktur pengurus sebagai berikut:
Koordinator : Dr. Mohammad Abdulzen
Wakor : Elin Driana
Yanti Sriyulianti
Suparman
Koordinator daerah : Denni Saragih (Medan)
(dari daerah lain tidak semapat saya catat)
Sekretaris : Gatot
Waksek : Abdul Mufalah
Litbang : Irsyad Ridho
Rahmat Tialis
Advokasi : Leksono
Sulastri
Edi Setiawan
Kampanye : Ridwan Lukman
Melati
Sonya Sinyanyuri
Mbak Sophie menjadi penasihat, daftar nama penasihat nanti saya krim lagi, berhubung tidak keburu waktu mencatatnya. Diharapkan EF semakin tidak hanya bersifat education movement tetapi juga melakukan development education dengan hadirnya Litbang untuk melakukan riset-riset tentang pendidikan.. Kalau KAMG mau mengambil peran lagi di struktur pengurus EF masih bisa.
Acara tersebut dihadiri oleh banyak komponen EF, ada yang baru seperti Organisasi yang dipimpin K’Seto, kemudian Lembaga Pendidikan Lazuardi.
Launching buku perdana EF akan diadakan sekitar awal september. Dan ada kerinduan dari EF agar setiap komponen EF walau keanggotaan bersifat konsorsium diharapkan untuk mau hadir mengikuti undangan/ kegiatan EF. Disarankan untuk bergabung dengan mailing list EF: educationforum@yahoogroups.com .
Ini yang bisa saya sharingkan, sebenarnya Bpk Gatot akan mengirimkan ke email peserta rapat tentang hasil rapat ini. Nanti kalau udah dikirim akan saya forward ke email KAMG. Sekian sharing saya, saya rindu mengetahui informasi tentang perkembangan KAMG yang terbaru , saya minta tolong dikrimin. Tetap semangat KAMG, Maju Terus. God Bless you all.
Love,
Herdina Tambunan

Kamis, 23 Agustus 2007

Pandangan Tentang UN 2008

Dilema UN, Adakah Solusinya?

Denni B. Saragih

Pembina, KAMG

Kebijakan Ujian Nasional (UN) menempatkan banyak sekolah pada posisi dilematis. Lulus UN menjadi syarat mutlak bagi siswa SMP dan SMA untuk lulus sekolah. Melakukan ujian secara objektif dan jujur berarti menerima konsekuensi tingkat ketidaklulusan yang tinggi. Tekanan dari siswa, orang tua siswa, reputasi sekolah, bahkan reputasi daerah begitu berat untuk ditanggung. Namun melakukan kecurangan UN berarti mengorbankan integritas dan hati nurani sebagai seorang pendidik. Yang lebih berat adalah banyak siswa yang mengalami demotivasi belajar karena sudah mendengar kabar bahwa jawaban akan beredar pada saat ujian berlangsung. Beberapa sekolah justru terkesan santai menjelang UN 2007 yang lalu, hal ini hanya dapat dijelaskan bila siswanya telah memiliki keyakinan yang tinggi bahwa mereka pasti lulus. Situasi ini adalah jelas kontraproduktif dengan maksud diadakannya UN, yaitu mendongkrak semangat belajar siswa.

Dilema kembali muncul paska dibongkarnya kecurangan UN oleh beberapa kelompok masyarakat, salah satunya oleh Komunitas Air Mata Guru (KAMG). Tim inspektorat menyebut di media massa, bahwa kecurangan seperti yang dilaporkan KAMG belum terbukti. Jadi bukan tidak terbukti. Bukannya memberikan keterangan yang jelas mengenai kecurangan yang sebenarnya terjadi, pemerintah justru merekomendasikan pembebastugasan Kadinas Kota Medan.

Dilemanya, disatu sisi terjadinya kecurangan UN sulit untuk disangkal, seolah telah menjadi rahasia umum. Disisi lain mengakui adanya kecurangan dalam skala besar harus dibayar dengan ongkos yang besar. Misalnya, seperti dikatakan Irjen M. Sofyan, bahwa siswanya dinyatakan tidak lulus, guru diberikan sanksi, demikian juga sekolah-sekolah yang terbukti curang. Berapa jumlah sekolah, guru dan siswa yang akan mendapatkan penalti? Dalam acara Republik Mimpi, Imam Prasojo, bertanya, “mengapa guru dan sekolah ramai-ramai melakukan ini?” Suatu pertanyaan yang sebenarnya perlu direnungkan pejabat diknas sebelum terburu-buru memberikan hukuman. Pemerintah perlu menghadapi persoalan yang sebenarnya. Banyak sekolah tidak siap menghadapi UN. Kualitas pendidikan Indonesia belum mencapai potret pemetaan UN, dimana 96% sekolah dinyatakan berhasil lulus, dengan rerata nasiona >7. Tanpa mengakui persoalan yang ada, tidak mungkin perbaikan dapat dilakukan.

UN dan Realita Pendidikan

Sebagai sebuah kebijakan, UN memang cacat sejak lahirnya. UU Sisdiknas jelas sekali mendelegasikan masalah kelulusan siswa kepada sekolah dan guru. Bahkan dalam UU Guru dan Dosen, hal ini dipertegas kembali. Sementara kebijakan UN membuat penilaian guru dan sekolah menjadi komponen yang kurang berarti. UN menjadi penentu mutlak kelulusan, guru dan sekolah hanyalah menjadi penentu bersyarat. Guru dan sekolah hanya berfungsi kalau siswa telah lulus UN. Artinya siswa yang tidak lulus UN, mutlak tidak lulus. Siswa yang lulus UN, sekolah memang berhak tidak meluluskannya. Suatu hak yang sangat ringkih, bisa dikatakan tidak berarti dalam konteks Indonesia. Wajar bila hampir seluruh sekolah emoh menggunakannya.

Sebagai sebuah kebijakan pendidikan, UN dengan sistem skor tunggal untuk kelulusan mendorong metode belajar yang berorientasi pemecahan soal. Logika pengetahuan digantikan dengan cara singkat dan cepat. Metode belajar didorong menjadi metode karbitan, tidak menghasilkan pengetahuan yang permanen. Apa yang diuji dalam UN tidak menggambarkan proses belajar selama tiga tahun yang telah dialami siswa. Hal itu hanya menggambarkan apa yang mereka pelajari dalam beberapa bulan kursus belajar menjelang UN dilaksanakan.

Disamping itu pusat proses belajar mulai berpindah dari berpusatkan sekolah, menjadi berpusatkan Bimbingan Belajar. UN tidak serta merta menggairahkan iklim belajar di sekolah. Justru yang lebih berkembang adalah bisnis Bimbingan Belajar di luar sekolah. Peran guru semakin disunat. Ditengah persolan besar menghasilkan guru yang profesional, kebijakan UN justru semakin menggaris bawahi rendahnya mutu guru. Sebuah persoalan yang harus dihadapi pemerintah dengan serius dan dengan progarn yang jelas dan terarah.

UN, Kelulusan dan Perbaikan Pendidikan

UN perlu dibebaskan dari posisi dilematis dan menjadikannya sebagai instrumen yang produktif bagi pendidikan Indonesia. Yang paling perlu segera dilakukan adalah melepaskan UN dari beban berat sebagai pengawal gerbang kelulusan. Tugas ini adalah milik guru dan sekolah. Kembalikanlah kepada mereka. Dalam situasi sekarang kecurangan UN perlu diselesaikan secara lebih bijaksana, menyangkut sistem yang merusak, bukan seolah mengkosmetiki pendidikan dan memaksakan kembali UN 2008.

Sebagai sebuah proposal, sebaiknya seluruh peserta UN SMA diluluskan dengan kategori yang berbeda. Misalnya kategori A, B, C dan D. Kategori A dan B, boleh melanjutkan ke Universitas. Kategori C hanya boleh melanjutkan ke program DIII atau yang lebih rendah. Sedangkan kategori D direkomendasikan untuk bekerja sebagai lulusan SMA. Hal yang sama diberlakukan untuk lulusan SMP. Hanya kategori A dan B saja yang boleh melanjutkan ke SMA. Sedangkan kategori C dan D hanya boleh melanjutkan ke sekolah kejuruan. Dengan demikian seluruh peserta UN diluluskan, hanya saja dengan kategori yang berbeda-beda.

Tapi bukankah hal ini bisa menjadi ajang kecurangan yang baru lagi? Sekolah bisa saja berlomba meningkatkan kelulusan kategori A dan B. Memang bisa saja terjadi. Karena itulah perlu dibuat program tindak lanjut UN. Sekolah dengan tingkat kelulusan C dan D yang tinggi diberikan program bantuan yang lebih besar untuk memperbaiki mutu pendidikan mereka. Sarana dan prasarana ditambah, fasilitas ditingkatkan, guru bantuan yang berkualitas juga ditambah. Sementara yang tingkat kelulusan A dan B-nya tinggi, bantuan pendidikannya dikurangi karena memang sudah lebih baik. Di sekolah-sekolah dengan tingkat kelulusan A dan B rendah, pemerintah bisa menyelenggarakan program kelas intensif untuk mendongkrak kualitas pendidikan mereka. Dengan adanya program bantuan yang lebih besar bagi sekolah yang kurang berprestasi, maka bisa diharapkan sekolah akan mencoba lebih objektif dalam menyelenggarakan UN.

Kelihatannya program UN tetap akan dilakukan. Sangat baik bila pemerintah bersikap bijaksana dan berlapang dada. Sebelum UN 2008 dilakukan, persoalan pendidikan perlu diantisipasi dengan cara yang tepat dan arif. Tidak menjatuhkan korban yang tidak perlu dan tidak sepenuhnya bersalah. Dan tidak membiarkan sekolah, guru dan siswa berada dalam ketidakpastian yang berlarut-larut.

Laporan Pemecatan Bulan Agustus

Laporan Jhon Hendra, Guru di SMF Yapen SUMUT

Menjelang UN saya diberi tugas untuk mengawas UN di SMF Pharmaca. Pada hari pertama UN saya melihat kecurangan terjadi dimana pihak sekolah SMF Pharmaca datang memberikan kunci jawaban yang dituliskan dalam kertas kecil, kemudian saya mengambil kertas itu. Setelah itu saya menerima teguran Kepala Sekolah melalui Ibu Delima Tambunan (Tata Usaha), Kepala Sekolah menegur tindakan mencegah kecurangan UN 2007, dan meminta agar saya tidak mengulangi perbuatan itu pada hari berikutnya.

Sehubungan dengan peristiwa kecurangan UN 2007, saya diutus mewakili KAMG untuk mengikuti acara OM FARHAN di AN-TV (tepatnya tanggal 2 Mei 2007) untuk menjelaskan apa yang kami alami selama mengawas UN 2007. Sekembali dari Jakarta, saya disambut dengan sinis oleh pihak sekolah dan ada guru-guru yang tidak mau menegur saya.

Hingga sampai pada tanggal 30 juni, tepatnya saat rapat kenaikan kelas, saya dipanggil oleh Kepala sekolah untuk mendengarkan keputusan yayasan yang berisi:

  1. Bahwa jam mengajar saya (sebagai Instruktur Laboratorium Kimia) ditiadakan. Saya tidak diizinkan sebagai instruktur Lab Kimia karena saya tidak sarjana Farmasi, atau yang disingkat SSi.Apt. Ironisnya setelah proses pembelajaran dilakukan, ada juga guru yang bukan bergelar SSi.Apt yang menjadi instruktur Lab. Kimia. Jadi saya menilai ada alasan lain terhadap apa yang saya alami.
  2. Jam mengajar teori saya untuk kelas 1(dua kelas) dikurangi menjadi satu kelas (3 jam pelajaran) dengan tidak ada alasan yang pasti. Saya tidak tahu mengapa Kepala Sekolah menyuruh saya untuk mengajar kelas 3 (dua kelas) sebanyak 4 jam pelajaran. Ketika saya tanyakan alasannya, Kepala Sekolah mengatakan bahwa saya tidak punya kekurangan apapun secara profesional, namun selanjutnya tidak memberi keterangan apapun.

Kemudian wartawan majalah Nova datang untuk wawancara mengenai apa yang saya alami. Saya menceritakan semua apa yang saya alami dan itu diterbitkan dalam majalah edisi bulan Juli. Dan sehubungan dengan itu saya pada hari Senin, 6 Agustus 2007, setelah selesai mengajar, dipanggil oleh Kepala Sekolah menyangkut pemberitaan di majalah Nova tersebut. Kata mereka bahwa saya tidak punya dedikasi terhadap sekolah, mencemarkan nama baik sekolah dan tidak bisa diajak untuk bekerja sama, maka pihak yayasan memutuskan untuk memecat saya dengan meminta saya mengundurkan diri sebagai tenaga pengajar.

Laporan Kronologis Dina Siregar

Pada tanggal 30 Juli 2007, Pkl 18.30 WIB, surat diberikan kepada Dina Siregar untuk menghadiri pertemuan bersama Bapak Dirjen Dipdasmen Depdiknas serta Ka. Dinas Penddikan & Pengajaran Kabupaten Deli Serdang, sesuai dengan yang tertera dalam undangan pada esok harinya (Selasa, 31 Juli 2007) Pkl 10.00 bertempat di LPMP Asam Kumbang Jln Bunga Raya N0 96 Medan

Pada tanggal 31 Juli Pkl. 09.45, Dina Siregar tiba di LPMP.

Dalam undangan, pertemuan akan dimulai Pkl. 10.00, tapi mereka mengulur waktu dengan alasan yang tidak jelas dan akhirnya pertemuan dimulai pkl 11.00 WIB.

Pertemuan dimulai, dan moderator (Bapak Harman Setiawan) memperkenalkan rekan-rekannya (Tim Irjen dan Dirjen Diknas) kepada peserta.

Moderator langsung bertanya kepada Dina Siregar apa tuntutan yang sebenarnya. Kemudian Dina Siregar menjelaskan status kerja yang sebenarnya, bahwasanya dia telah dipecat dari sekolah dan hal tersebut ada hubungannya dengan kasus Ujian Nasional, dimana Dina Siregar telah menolak menjadi Tim Sukses (menjawab soal ujian nasional yang akan diberikan kepada siswa).

Moderator kembali menanyakan hal tersebut dan Dina siregar menjawab hal tersebut benar adanya dan bisa dibuktikan. Saat itu juga Dina mengatakan bahwa sejak UN, ada tekanan secara psikologis dari pihak sekolah, termasuk dimana Kepsek menanyakan seandainya Dina Siregar berada di pihak sekolah, apa yang Dina lakukan, kemudian Dina menjawab bahwa ia akan tetap pada prinsipnya.

Lalu moderator mengalihkan pembicaraan dengan langsung memberi kesempatan pihak sekolah (Bpk Silitonga) untuk berbicara. Bpk Silitonga mengungkapkan bahwa telah terjadi kekeliruan dan kelupaan karena pihak sekolah sibuk dengan administrasi sekolah, seperti penerimaan siswa baru, dan Bpk. Silitonga juga mempertanyakan mengapa Dina Siregar tidak menelepon pihak sekolah.

Lalu Dina interupsi dan langsung menyatakan bahwa Dina Siregar sudah 3 kali menelepon pihak sekolah, termasuk Bpk Wali (Sbg pimpinan Perguruan), bahwa beliau tidak mengtahui kondisi tersebut. Kemudian .untuk yang ke-4 kalinya, Dina menghubungi salah seorang guru untuk menanyakan langsung pada Seksi Pendidikan yang biasanya menghubungi guru-guru yang dipanggil mengajar kembali, dan ternyyata Dina tidak dipanggil lagi untuk mengajar di sekolah tersebut.

Bpk. Harman juga menanyakan apa yang menjadi tuntutan atau harapan Dina Siregar kepada pemerintah. Dina meminta dengan tegas kepada Pemerintah supaya melindungi guru-guru yang dipecat yang ada hubungannya dengan sistem pendidikan yang tidak jelas. Kemudian tanggapan Dinas dan Tim Irjen bahwasanya mereka siap untuk memfasilitasi dengan cara bisa melamar kemanapun dan tetap dikembalikan kepada Yayasan. Namun Dina bertanya kembali maksud dan arahan yang jelas tentang fasilitas yang dijanjikan, moderador menjawab hal yang sama dengan kesal, Dinapun menegaskan bahwa kalau masalah penghasilan itu gampang, tetapi yang menjadi letak permasalahannya adalah masalah tanggungjawab pemerintah khususnya penguasa pendidikan dalam menangani masalah sistim konstitusi pendidikan yang tidak jelas khususnya masalah Profesi guru.

Break: Pukul 13.30-14.45

Pertemuan Lanjutan: 14.45-16.45

Pertemuan tidak berlangsung dengan teratur lagi, acak-acakan, masing-masing membicarakan sesuatu, dan Bapak Harman sebagai Moderator langsung memberikan beberapa helai kertas yang tujuannya sebagai lampiran surat pernyataan bersamaan dengan surat pernyatan dari pihak mehtodist ( Kepsek) yang berisi bahwa pihak sekolah tidak pernah memecat Dina. Dari hal tersebut Dina tidak setuju dan akhirnya tidak menandatangani surat pernyataan, namun tim irjen Diknas memaksa untuk menandatangani selama berjam-jam, dan itupun tetap tidak dilaksanakannya untuk tidak menandatangani apapun.

Kemudian Ibu Henni yang menemani Dina menyatakan untuk mendiskusilkan hal tersebut dengan KAMG, dan untuk pemanggilan selanjutnya agar pertemuan juga dihadiri Advokat yang mewakili KAMG.

Press Release Terbaru

Press Release

Komunitas Air Mata Guru

Medan, 6 Agustus 2007

“Apakah dengan menyatakan kebenaran kami harus menjadi musuhmu?”

Komunitas Air Mata Guru dengan ini menyatakan keprihatinan yang mendalam dengan cara-cara Orba yang dipakai Depdiknas dalam menyelesaikan persoalan pemecatan dan pengurangan jam mengajar guru-guru anggota KAMG. 2 anggota KAMG, ibu Dina dan ibu Rivenaum, setelah tampil mewakili KAMG di acara Open House Republik Mimpi, justru ditekan untuk menandatangani surat pernyataan yang tidak benar dan merupakan upaya menutupi persoalan sebenarnya.

Tim dari Jakarta, dua orang staf dari Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga kependidikan Depdiknas, masing-masing Harman Setiawan, SH., MSi dan Syarifuddin, SH serta dua orang dari Inspektorat jenderal Depdiknas, yaitu Jauhari Sembiring, SH, MSi dan Bambang Handaka, SH "hanya" bertemu dengan Dina Siregar, SPd., anggota Komunitas Air Mata Guru (KAMG), yang berkerja sebagai pengajar di Perguruan Methodist Tanjung Morawa, pimpinan dokter Wali, Selasa, 31 Juli 2007 di LPMP Asam Kumbang Jalan Bunga Raya No.96 Medan.

Ibu Rivenaun br. Panggabean, juga guru Methodist Tj. Morawa, tidak sempat terjadi pembicaraan apapun, sebab Ibu Rive terlambat datang. Kenapa terlambat? Sebab disuruh oleh kepala sekolah harus mengajar dulu sebelum menghadiri undangan pertemuan.

Sesudah pembicaraan di LPMP, Tim ke Jakarta. Tidak menyelesaikan apapun. Ibu Dina didesak agar menandatangani surat pernyataan yang didiktekan Bapak Harman Setiawan dan telah dipersiapkan sebelumnya, yang berisikan bahwa Ibu Dina tidak bersedia lagi mengajar`di Perguruan Metodist Tj. Morawa. Ibu Dina tidak mau meneken, dan secara lisan dia sudah bilang: "Saya akan merasa tertekan jika mengajar kembali di sana". Pihak sekolah sudah lebih dulu bertemu dengan tim dari Jakarta. Agaknya rekayasa skenario damai itu dibuat sedemikian rupa. Ibu Rivenaun, ternyata juga tidak mendapat surat undangan dari dokter Wali, pimpinan Perguruan Methodist Tj. Morawa

Ibu Dina, dan juga ibu Rivenaum yang menyusul (terlambat datang, baru tiba Pukul 15.00), dalam ketidak mengertiannya menghadiri pertemuan berdasarkan undangan pihak Sekolah Metodist Tanjung Morawa untuk menyelesaikan masalah. Dalam pertemuan ini kami menyatakan bahwa ada hal-hal yang jelas-jelas menggambarkan cara-cara picik dan bersifat menutup-nutupi masalah sebenarnya:

  1. Topik pertemuan hanyalah berkisar soal perlakuan Yayasan Metodist Tanjung Morawa dengan Ibu Dina dan Rivenaum. Yang kita gugat adalah sistem dan kebusukan pendidikan, mengapa guru jujur dipecat dan diperlakukan tidak adil. Mengherankan bahwa pihak Depdiknas menutup mata terhadap masalah ini. Bagaimana dengan nasib 25 guru lainnya yang diperlakukan tidak adil? Depdiknas hanya mau menutupi bisul saja bukan menyembuhkan penyakit di pendidikan kita!
  2. Komunitas Air Mata Guru tidak dilibatkan dalam masalah ini. Kita telah menghubungi Dirjen PMTK Bapak Fazli Zalal agar dilibatkan, kita telah datang ke PGRI agar ada mediasi, namun di lapangan hal ini tidak dilakukan Tim Dikjen PMPTK yang dikirim dari Jakarta. Tim tersebut tidak berinisiatif dan tidak punya niat untuk melibatkan KAMG dalam pertemuan tersebut. Ada apa dibalik semua ini? Apakah pihak Diknas sudah terbiasa mengakali guru yang tidak berdaya, dan selalu hadir sebagai penguasa?
  3. Dalam pertemuan tersebut Ibu Dina dihakimi dan ditekan selama berjam-jam untuk menandatangani surat pernyataan menolak kerja kembali. Seolah ingin meutupi fakta kasat mata bahwa pemecatan tersebut adalah karena ibu Dina membongkar kecurangan UN 2007 sebagai anggota KAMG. Ibu Dina seperti terdakwa yang dikerubuti pada pendakwa. 20 orang pejabat, advokat, pengurus yayasan, dan kepala sekolah, yaitu para penguasa dunia pendidikan beramai-ramai menekan seorang guru muda perempuan yang tidak mengerti bagaimana membela hak-haknya. Peristiwa ini justru memperkeruh keadaan dan tidak menolong menyelesaikan masalah. Untuk apa pejabat pusat datang dari Jakarta beramai ramai hanya untuk menindas guru-guru di daerah?
  4. Tim Irjen Diknas sendiri belum mebayar hutangnya kepada Komunitas Air Mata Guru, yaitu belum jelasnya hasil pemeriksaan guru-guru KAMG terkait laporan kecurangan, tidak adanya sanksi yang jelas, terhadap pelaku kecurangan dan tidak adanya press release tentang hasil investigasi kepada publik yang memang sempat mencitrakan KAMG sebagai penyebar kebohongan di daerah.

Kami meminta kepada mendiknas, Dirjen PMPTK, DPRRI dan masyarakat pendidikan serta elemen LSM untuk bersama-sama melakukan perbaikan riil kepada endidikan kita serta menunjukkan niat baik dalam memperbaiki persoalan yang ada. Berikut ini kami melampirkan laporan kronologis dari kejadian yang terjadi di LPMP tersebut dan laporan terakhir perihal pemecatan Bapak Jhon Hendra pada hari ini Senin 6 Agustus 2007.


Laporan KAMG ke KOMNAS Perempuan

Laporan Guru-Guru Perempuan (Anggota KAMG) yang Mendapat Perlakuan Tidak Adil dari Pihak Yayasan/Sekolah

I. Pengantar

”Apakah karena melakukan kebenaran kami harus menjadi musuhmu?”

Inilah pertanyaan yang mengiang dalam benak kami menerima perlakuan yang diberikan oleh Yayasan dan Sekolah tempat guru-guru (90% perempuan) yang tergabung dalam Komunitas Air Mata Guru. Derita tanpa akhir, itulah kalimat yang kami pilih untuk menggambarkan apa yang terjadi dengan perjuangan Komunitas Air Mata Guru. Mulai minggu ini jadwal mengajar telah ditentukan secara positif oleh sekolah, dan sampai Rabu 25 Juli 2007, kami telah mendaftarkan 25 guru yang diperlakukan secara tidak adil oleh pihak sekolah. Dari 25 guru ini, bisa dirinci sebagai berikut:

  1. 2 orang guru kehilangan seluruh pekerjaannya dan kehilangan kesempatan melamar kerja karena lowongan mengajar biasanya dibuka di awal semester.
  2. 10 orang guru diberhentikan oleh yayasan, diantaranya ada yang telah 11 tahun mengajar, tanpa diberikan pesangon, ucapan terima kasih dan tunjangan mencari kerja, serta imbalan lainnnya. Mereka juga kehilangan kesempatan melamar pekerjaan baru. Diantara mereka terdapat wali kelas, guru favorit dan guru teladan yang dipilih dalam Hari Guru 2006.
  3. 12 orang telah dikurangi jam kerjanya, sehingga mendapatkan penghasilan yang tidak manusiawi dan tidak mungkin memenuhi kehidupannya. Diantaranya terdapat wali kelas dan telah mengajar selama lima tahun. Merekapun juga kehilangan kesempatan melamar pekerjaan.

Perlakuan yang terjadi secara sistematis ini membuat kami meyimpulkan bahwa hal ini terjadi karena mereka adalah ikut berjuang membongkar kecurangan UN 2007 dan merupakan bagian dari perjuangan Air Mata Guru yang menyuarakan hati nurani di Indonesia. Apakah karena menyatakan kebenaran kami menjadi musuh yayasan pendidikan? Sungguh sangat disayangkan.

Perlu kami tegaskan bahwa penderitaan guru-guru ini adalah bagian dari keadaan dimana guru-guru mengalami keadaan sebagai berikut:

  1. Digaji Rp 3.000 – Rp 5.000,- setiap 1 les mengajar, atau yang biasa disebut upah 12.000,- -- 20.000,- perles namun dihitung perbulannya (4-5 kali mengajar)
  2. Jam bekerja untuk persiapan mengajar, memeriksa ulangan, rapat sekolah, dan tugas administrasi lainnya tidak pernah dihitung sebagai jam kerja. Ini adalah kesengajaan agar jam kerja guru tetap dibawah 8 jam/hari sehingga tidak perlu diangkat menjadi pegawai tetap.
  3. Ini terjadi karena sistem perjanjian kerja yang tidak adil dan sistem pengangkatan pegawai yang berat sebelah dan tidak mengindahkan peraturan ketenagakerjaan.

Karena itu kami meminta kepada KOMNAS HAM Perempuan yang terhormat untuk membantu kami menyuarakan perjuangan Air Mata Guru demi pembangunan sistem dan suasana pendidikan yang kondusif, dan diatas segalanya membantu kami melakukan perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan dalam dunia pendidikan. Mari kita lawan penindasan dan ciptakan ruang yang merdeka bagi pernyataan kebenaran dalam dunia pendidikan.

II. Laporan Kronologis Setiap Guru Perempuan Yang Ditindas

1. Nama: Elita Hutajulu, SPd

Tempat Mengajar: SMA dan SMP Swasta Panca Karya Stabat

Lama Mengajar: 11 tahun

Penghasilan sebelumnya: Rp 420.000,-

Penghasilan sekarang: Rp 0,-

Kronologis

Diminta membuat surat lamaran. Ketika memberikan surat lamaran, langsung menerima surat ucapan terima kasih tanpa ada pesangon sama sekali. Diberitahukan bahwa menerima surat tersebut berarti telah diputuskan hubungan kerja. Disebutkan berhubung Ibu Elita telah diterima menjadi guru bantu (sejak 4 tahun lalu) dan akan diangkat menjadi pegawai negeri maka diberhentikan dari status guru di sekolah tersebut.

2. Nama : Dina Andriani Siregar (26 Tahun)

Tempat mengajar : SMA Methodist Tanjung Morawa

Perlakuan yang diterima : Dipecat

Lama mengajar : 1,5 tahun, Januari 2006 s/d Juni 2007

Saya mulai mengajar di Methodist bulan Januari dengan jumlah 33 Jam dan tahun ajaran baru saya diberi 30 Jam pelajaran dan diangkat sebagai Wali kelas. Selama tahun ajaran tersebut, saya juga dipercayakan untuk membina siswa/i untuk mengikuti perlombaan-perlombaan seperti lomba pidato bahasa Inggris se-SMA Kodya Medan di Univ. Methodist Indonesia dan juga lomba pidato bahasa Inggris se- Kodya Deli Serdang untuk SMP dan SMA. Saya juga dipercayakan mewakili guru-guru untuk mengikuti penataran PKMI se-Sumut. Pada tahun ajaran ini, saya tidak dipanggil lagi untuk mengajar dengan alasan yang tidak jelas.

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 30 Jam + Wali kelas

Honor yang diterima : Rp 1.105.000,00

Jumlah jam mengajar sekarang : nol

Honor yang diterima sekaran : nol

3. Nama : Rivenaun Panggabean (32 Tahun)

Tempat mengajar : Methodist Tanjung Morawa

Perlakuan yang diterima : Pengurangan jam mengajar

Tanpa pemberitahuan sebelumnya. Hal ini tidak wajar (jauh dari sebelumnya ) baik jam mengajar maupun honor yang diterima, dan tidak Wali kelas lagi.

Lama mengajar : 7 Tahun

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 29 Jam

Honor yang diterima : Rp 1.000.000

Jumlah jam mengajar sekarang : 10 Jam

Honor yang diterima sekarang : Rp 300.00,00

4. Nama : Roida Tinambunan, S.Pd. (23 Tahun)

Tempat mengajar : SMP Methodist Tanjung Morawa

Perlakuan yang diterima : Dikurangi jam mengajar

Lama mengajar : 2 tahun

Tahun ajaran 2005/2006 diberi mengajar 33 Jam, tetapi karena tidak bersedia sebagai Tim Sukses UN 2006 sehingga jam mengajar yang diberikan pada tahun ajaran 2006/2007 hanya sebanyak 15 Jam pelajaran. Dan sekarang (TA 2007/2008) hanya diberi mengajar sebanyak 6 Jam dan itupun dimutasi ke SD. Karena tekanan psikologis yang dialami Roida akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri.

5. Nama : Rohani Sirait (34 Tahun)

Tempat mengajar : SMA Teladan Cinta Damai

Perlakuan yang diterima : Dikurangi jam mengajar

Lama mengajar : 4 tahun, Maret 2003 s/d Juli 2007

Dari 35 Jam (TA 2006/2007) menjadi 20 Jam untuk TA 2007/2008 tanpa pemberitahuan dan alasan yang jelas sebelumnya dari pihak sekolah. Selain itu, pada tahun ajaran baru ini, saya tidak ditugaskan lagi sebagai Wali Kelas. Selama mengajar di sekolah ini, saya selalu diberi tugas sebagai Wali kelas ; satu kali Wali kelas biasa (selama 3 bulan) dan empat kali Wali kelas unggulan.

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 35 Jam

Honor yang diterima : Rp 820.000,00

Jumlah jam mengajar sekarang : 20 Jam

Honor yang diterima sekarang : Rp 405.000,00

6. Nama: Imelda Waruhu, SPd

Tempat Mengajar: SMP Nasrani 5

Penghasilan Sebelumnya: Rp 455.000

Pengahsilan Sekarang: Rp 0,-

Kronologis

Mengajar selama 1 tahun. Terpilih sebagai guru favorit pada Hari Guru 2006. 30 Juni menerima surat ucapan terima kasih dan diminta melamar kembali. Lalu dinyatakan tidak dipakai lagi, les mengajarnya diberikan kepada guru tetap.

7. Nama : Nenni Wahyuni Tarigan ( 26 tahun)

Tempat Mengajar : SMA Nasrani 3 Medan

Perlakuan Yang Diterima : Dipecat/Tidak dipanggil lagi

Lama Mengajar : 3 Tahun

Tanggal 30 juni 2007 saya menerima surat dari BPNM yang isinya tentang ucapan terima kasih atas pengabdian saya di SMA Nasrani 3 untuk tahun ajaran 2006/2007. Dan untuk mengajar kembali guru honorer diwajibkan membawa 4 orang siswa baru. Tanggal 04 Juli 2007 saya dipanggil wakil Kepala Sekolah dan mengadakan Rapat Singkat dengan guru – guru lainnya. Dalam pertemuan tersebut diberitahu bahwa surat permohonan untuk mengajar kembali tidak diterima ketua Yayasan karena diterima atau tidak mengajar di Nasrani 3 tergantung dari siswa yang di bawa guru honor dan saya tidak setuju dengan hal tersebut.Tugas guru bukan mencari siswa tapi mengajar dan mendidik dan sampai sekarang tidak ada panggilan dari SMA Nasrani 3 tersebut

Lama Mengajar : 3 Tahun

Jumlah Jam Mengajar : 21 jam dan pada bulan April tidak diperbolehkanmengajar di kelas XII IPS (8 jam), jadi jumlah jam mengajar mulai bulan April 13 jam

Besar Honor yang diterima : 21 jam X Rp 22.000,00 = Rp462.000

Tunjangan Wali Kelas = Rp 45.000

Rp 507.000

Bulan April

13 jam X Rp22.000,- = Rp286.000

Tunjangan Wali Kelas = Rp 45.000

Rp 331.000

Bulan Mei dan Juni (naik gaji/jam)

13 jam X Rp25.000,- = Rp325.000

Tunjangan Wali Kelas = Rp 45.000

Rp 370.000

Jumlah jam mengajar sekarang : nol

Besar honor yang diterima sekarang : nol

8. Nama : Sinta Mariani Silalahi ( 25 Tahun )

Tempat Mengajar : SMA Nasrani 3 Medan

Perlakuan Yang Diterima : Dipecat/Tidak dipanggil lagi

Pada tanggal 30 juni 2007, saya menerima surat dari BPNM yang isinya tentang ucapan terima kasih atas pengabdian saya di SMA Nasrani 3 selama setahun. Surat tersebut diberikan oleh Bapak Wakil Kepala Sekolah, Drs. S. Sinaga. Sebelum menyerahkan surat tersebut, beliau menegaskan kembali kalau masih ingin mengajar di sekolah ini silahkan buat surat permohonan kembali,selain itu juga bagi guru honorer wajib membawa siswa 4 orang.

Pada tanggal 04 Juli 2007 saya di panggil ke Sekolah, dalam pertemuan tersebut bapak Wakil Kepala Sekolah memberitahukan bahwa surat permohonan itupun tidak diterima pengurus BPNM. Syarat kembali mengajar di Nasrani 3 wajib membawa siswa 4 orang. Saya tidak setuju dengan hal tersebut karena yang saya tahu tugas guru mengajar dan mendidik siswa, bukan mencari siswa.

Tertanggal 18 Juli 2007 saya tidak ada panggilan dari Sekolah.

Jumlah Jam Mengajar : 24 jam pelajaran

Lama Mengajar : Juli 2006 – Juni 2007

Honor yang diterima Sebelumnya : Rp 600.000,00

Jumlah jam mengajar sekarang : nol

Honor yang diterima Sekarang : nol

9. Nama : Santi Sinulingga ( 23 Tahun )

Tempat Mengajar : SMA Nasrani 3 Medan

Perlakuan Yang Diterima : Dipecat/Tidak dipanggil lagi

Tgl 30 Juni 2007 diberikan surat ucapan terimaksih atas pengabdian saya selama mengajar di SMA Nasrani 3. Dan kalau ingin mengajar lagi disuruh membuat surat permohonan dan harus membawa 4 orang siswa.

Saya tidak setuju kalau guru yang harus mencari siswa karena tugas guru adalah mengajar dan mendidik dan sampai sekarang saya tidak dipanggil untuk mengajar kembali di SMA Nasrani 3 Medan.

Jumlah Jam Mengajar Sebelumnya : 18 Jams

Honor yang diterima Sebelumnya : Rp 450.000,-

Jumlah Penghasilan Sekarang : nol

Lama Mengajar : 5 Bulan

10. Nama : Rumiris Sihombing, S.Pd. (23 Tahun)

Tempat mengajar : SMA Nasrani 2 Medan

Perlakuan yang diterima : Dipecat

Lama mengajar : Februari 2007 s/d Juni 2007

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 11 Jam

Honor yang diterima : Bulan Februari-Mei = Rp 242.000,00

Bulan Juni = Rp 275.000,00

Jumlah jam mengajar sekarang : nol

Honor yang diterima sekarang : nol

11. Nama : Reni Saragih

Sekolah Mengajar : SMA Surya Nusantara Tebing Tinggi

Perlakuan Yang Diterima : Dikurangi jam mengajar

Dari 40 menjadi 10 jam. Namun saya tidak mendapat penjelasan dari Yayasan/Kepala sekolah secara langsung.

Lama Mengajar : 1 Semester

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 40 jam

Jumlah jam mengajar sekarang : 10 jam

Besar Honor yang diterima : Rp 800.000,00

Honor yang diterima Sekarang : Rp 200.000,00

12. Nama : Tarida Manurung

Sekolah Mengajar : SMA Surya Nusantara Tebing Tinggi

Perlakuan Yang Diterima : Dikurangi jam mengajar

Dari 32 menjadi 8 jam. Namun saya tidak mendapat penjelasan dari Yayasan/Kepala sekolah secara langsung.

Lama Mengajar : 1 Tahun

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 32 jam + Wali kelas

Jumlah jam mengajar sekarang : 8 jam dan tidak Wali kelas lagi

Besar Honor yang diterima : Rp 705.000,00

Honor yang diterima Sekarang : Rp 160.000,00

13. Nama : Helmi Hutasoit

Sekolah Mengajar : SMA Surya Nusantara Tebing Tinggi

Perlakuan Yang Diterima : Dikurangi jam mengajar

Dari 21 menjadi 10 jam. Namun saya tidak mendapat penjelasan dari Yayasan/Kepala sekolah secara langsung.

Lama Mengajar : 1 Tahun

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 21 jam + Wali kelas

Jumlah jam mengajar sekarang : 10 jam dan tidak Wali kelas lagi

Besar Honor yang diterima : Rp 485.000,00

Honor yang diterima Sekarang : Rp 200.000,00

14. Nama : Mesrayani Sinaga, S.Pd.

Tempat mengajar : SMP Free Methodist-1 Medan

Perlakuan yang diterima : Pengurangan jam mengajar

Lama mengajar : Mulai Oktober 2006 - sekarang

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 12 Jam

Honor yang diterima : Rp 312.000,00

Jumlah jam mengajar sekarang : 6 Jam (2 Hari)

Honor yang diterima sekarang : Rp 156.000,00

15. Nama : Damasti R Simanjuntak (24 Tahun)

Sekolah Mengajar : SMK 1 Teladan SUMUT

Perlakuan Yang Diterima : Pengurangan Jam mengajar

Dari 30 Jam menjadi 12 Jam. Diberikan Jam mengajar hanya kepada kelas X sedangkan guru yang baru mengajar diberikan les yang lebih banyak dan mengajar kelas XI dan XII.

Lama Mengajar : 1 Tahun (Juli 2006 – sekarang)

Honor yang diterima Sebelumnya : Rp 573.000,00

Honor yang diterima Sekarang : Rp 229.200,00

16. Nama : Luhot S (28 Tahun)

Tempat mengajar : SMK Teladan Medan

Lama mengajar : 3 Tahun 9 Bulan

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 40 Jam

Honor yang diterima : Rp 870.000,00

Jumlah jam mengajar sekarang : 12 jam

Honor yang diterima sekarang : Rp 210.000

:

Kronologis

Tidak biasa (selama saya mengajar di sekolah tersebut di atas) guru-guru honor disuruh membuat permohonan kembali, tapi di akhir semester yang lalu, kita diinstruksikan membuat permohonan itu jika masih ingin mengabdi lagi. Dan keputusan tentang akan dipakai atau tidak lagi oleh pihak yayasan akan diinformasikan ke alamat rumah atau telepon masing-masing. Sayangnya keputusan (pemberitahuan) tersebut tidak ada sampai tanggal 17 Juli 2007 (padahal sudah dua hari masuk sekolah), barulah tanggal 18 Juli 2007 Kepala Sekolah memberi undangan untuk rapat kerja yaitu tanggal 19-20 Juli 2007.

Jadi guru-guru diundang rapat kerja tanpa menginformasikan lebih dulu diterima atau tidak sebagai tenaga pengajar disana.

Tindakan pihak sekolah ini saya anggap tidak manusiawi dan tidak profesional. Seharusnya mereka sudah membuat surat keputusan tentang status masa kerja guru sebelum masa sekolah, sehingga saya sebagai guru yang bersangkutan dengan hal tersebut dapat mengambil sikap.

17. Nama : Ivi Simanjuntak

Tempat mengajar : SMA Juanda Tebing Tinggi

Perlakuan yang diterima : Pengurangan Jam mengajar

Lama mengajar : 3 Tahun

Jumlah jam mengajar sebelumnya : 26 Jam

Honor yang diterima : Rp 1.050.000,00

Jumlah jam mengajar sekarang : 12 Jam

Honor yang diterima sekarang : Rp 354.000

18. Nama: Aftati Fiolena Haloho, SPd

Tempat mengajar: SMA Swasta Sri Langkat Tanjung Pura

Lama Mengajar: 11 Bulan

Penghasilan Sebelumnya: 22 Jam Mengajar = Rp 330.000,-

Penghasilan Sekarang: 0 Jam Mengajar = Rp 0,-

Kronologis

Ibu Aftati menjadi anggota Komunitas Air Mata Guru dan melaporkan kronologis kecurangan UN. Tanggal 27 Juni 2007, Pukul 10.00-12.00 menghadiri rapat pleno di lokasi SMK swasta Sri Langkat dengan Yayasan. Di sana Wakasek memesankan agar Ibu Aftati tidak mengotori tempat mencari makan.

Tanggal 14 Juli 2007, Pukul 10.00-11.00 WIB, pada saat pembagian SK mengajar, dari semua guru yang hadir hanya Ibu Aftati yang tidak menerima SK. Ketika Ibu Aftati menanyakan statusnya, maka dia dinyatakan tidak dipakai lagi karena dianggap tidak merasa memiliki sekolah khususnya karena mengajar di sekolah lain, padahal banyak guru lain seperti itu dan gaji yang diterima hanyalah Rp 330.000,-. Sejak tanggal tersebut Ibu Aftati tidak mengajar lagi di sekolah tersebut.

19. Nama: Henni Siregar SPd

Tempat Mengajar: SMA Teladan Cinta Damai Medan

Lama Mengajar: 1,5 Tahun

Penghasilan sebelumnya: 36 Jam + Wali Kelas = Rp 830.250,-

Penghasilan sekarang: belum jelas (sampai 21 Juli 2007)

Kronologis

Dipanggil dan diminta oleh Kepala Sekolah S.U. Manurung untuk membuat surat pernyataan di secarik kertas bahwa pada UN tahun depan akan bekerja sama untuk melakukan kecurangan. Bila tidak ada konsekwensi yang akan diterima, walaupun belum jelas, namun menyangkut manajemen hubungan kerja dengan Yayasan Telada Sumatera Utara.

20. Nama: Maina Hasibuan SPd

Tempat Mengajar: SMP Metodist Tanjung Morawa

Penghasilan sebelumnya: Rp 962.500,-

Penghasilan sekarang: Rp 302.500,-

Kronologis

Disebutkan karena alasan KTSP maka Ibu Maina tidak diberikan lagi mengajar ekonomi. Namun tidak ada penjelasan mengapa tidak lagi menjadi wali kelas VIIB.

21. Nama: Purnama Sitanggang, SPd

Tempat Mengajar: SMA Teladan Cinta Damai

Penghasilan sebelumnya: 28 Jam + Wali Kelas = Rp 648.000,-

Penhasilan sekarang: 21 Jam + Wali kelas = masih diproses

Kronologis:

Tidak ada alasan pengurangan jam mengajar.

22. Nama: Septa Purba, SPd

Tempat mengajar: SMA Juanda Tebing Tinggi

Kronologis

Status dan jam mengajar tidak jelas dan masih digantung.