Kamis, 23 Agustus 2007

Press Release Terbaru

Press Release

Komunitas Air Mata Guru

Medan, 6 Agustus 2007

“Apakah dengan menyatakan kebenaran kami harus menjadi musuhmu?”

Komunitas Air Mata Guru dengan ini menyatakan keprihatinan yang mendalam dengan cara-cara Orba yang dipakai Depdiknas dalam menyelesaikan persoalan pemecatan dan pengurangan jam mengajar guru-guru anggota KAMG. 2 anggota KAMG, ibu Dina dan ibu Rivenaum, setelah tampil mewakili KAMG di acara Open House Republik Mimpi, justru ditekan untuk menandatangani surat pernyataan yang tidak benar dan merupakan upaya menutupi persoalan sebenarnya.

Tim dari Jakarta, dua orang staf dari Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga kependidikan Depdiknas, masing-masing Harman Setiawan, SH., MSi dan Syarifuddin, SH serta dua orang dari Inspektorat jenderal Depdiknas, yaitu Jauhari Sembiring, SH, MSi dan Bambang Handaka, SH "hanya" bertemu dengan Dina Siregar, SPd., anggota Komunitas Air Mata Guru (KAMG), yang berkerja sebagai pengajar di Perguruan Methodist Tanjung Morawa, pimpinan dokter Wali, Selasa, 31 Juli 2007 di LPMP Asam Kumbang Jalan Bunga Raya No.96 Medan.

Ibu Rivenaun br. Panggabean, juga guru Methodist Tj. Morawa, tidak sempat terjadi pembicaraan apapun, sebab Ibu Rive terlambat datang. Kenapa terlambat? Sebab disuruh oleh kepala sekolah harus mengajar dulu sebelum menghadiri undangan pertemuan.

Sesudah pembicaraan di LPMP, Tim ke Jakarta. Tidak menyelesaikan apapun. Ibu Dina didesak agar menandatangani surat pernyataan yang didiktekan Bapak Harman Setiawan dan telah dipersiapkan sebelumnya, yang berisikan bahwa Ibu Dina tidak bersedia lagi mengajar`di Perguruan Metodist Tj. Morawa. Ibu Dina tidak mau meneken, dan secara lisan dia sudah bilang: "Saya akan merasa tertekan jika mengajar kembali di sana". Pihak sekolah sudah lebih dulu bertemu dengan tim dari Jakarta. Agaknya rekayasa skenario damai itu dibuat sedemikian rupa. Ibu Rivenaun, ternyata juga tidak mendapat surat undangan dari dokter Wali, pimpinan Perguruan Methodist Tj. Morawa

Ibu Dina, dan juga ibu Rivenaum yang menyusul (terlambat datang, baru tiba Pukul 15.00), dalam ketidak mengertiannya menghadiri pertemuan berdasarkan undangan pihak Sekolah Metodist Tanjung Morawa untuk menyelesaikan masalah. Dalam pertemuan ini kami menyatakan bahwa ada hal-hal yang jelas-jelas menggambarkan cara-cara picik dan bersifat menutup-nutupi masalah sebenarnya:

  1. Topik pertemuan hanyalah berkisar soal perlakuan Yayasan Metodist Tanjung Morawa dengan Ibu Dina dan Rivenaum. Yang kita gugat adalah sistem dan kebusukan pendidikan, mengapa guru jujur dipecat dan diperlakukan tidak adil. Mengherankan bahwa pihak Depdiknas menutup mata terhadap masalah ini. Bagaimana dengan nasib 25 guru lainnya yang diperlakukan tidak adil? Depdiknas hanya mau menutupi bisul saja bukan menyembuhkan penyakit di pendidikan kita!
  2. Komunitas Air Mata Guru tidak dilibatkan dalam masalah ini. Kita telah menghubungi Dirjen PMTK Bapak Fazli Zalal agar dilibatkan, kita telah datang ke PGRI agar ada mediasi, namun di lapangan hal ini tidak dilakukan Tim Dikjen PMPTK yang dikirim dari Jakarta. Tim tersebut tidak berinisiatif dan tidak punya niat untuk melibatkan KAMG dalam pertemuan tersebut. Ada apa dibalik semua ini? Apakah pihak Diknas sudah terbiasa mengakali guru yang tidak berdaya, dan selalu hadir sebagai penguasa?
  3. Dalam pertemuan tersebut Ibu Dina dihakimi dan ditekan selama berjam-jam untuk menandatangani surat pernyataan menolak kerja kembali. Seolah ingin meutupi fakta kasat mata bahwa pemecatan tersebut adalah karena ibu Dina membongkar kecurangan UN 2007 sebagai anggota KAMG. Ibu Dina seperti terdakwa yang dikerubuti pada pendakwa. 20 orang pejabat, advokat, pengurus yayasan, dan kepala sekolah, yaitu para penguasa dunia pendidikan beramai-ramai menekan seorang guru muda perempuan yang tidak mengerti bagaimana membela hak-haknya. Peristiwa ini justru memperkeruh keadaan dan tidak menolong menyelesaikan masalah. Untuk apa pejabat pusat datang dari Jakarta beramai ramai hanya untuk menindas guru-guru di daerah?
  4. Tim Irjen Diknas sendiri belum mebayar hutangnya kepada Komunitas Air Mata Guru, yaitu belum jelasnya hasil pemeriksaan guru-guru KAMG terkait laporan kecurangan, tidak adanya sanksi yang jelas, terhadap pelaku kecurangan dan tidak adanya press release tentang hasil investigasi kepada publik yang memang sempat mencitrakan KAMG sebagai penyebar kebohongan di daerah.

Kami meminta kepada mendiknas, Dirjen PMPTK, DPRRI dan masyarakat pendidikan serta elemen LSM untuk bersama-sama melakukan perbaikan riil kepada endidikan kita serta menunjukkan niat baik dalam memperbaiki persoalan yang ada. Berikut ini kami melampirkan laporan kronologis dari kejadian yang terjadi di LPMP tersebut dan laporan terakhir perihal pemecatan Bapak Jhon Hendra pada hari ini Senin 6 Agustus 2007.


Tidak ada komentar: