Rabu, 29 Agustus 2007

Tulisan Wakor Ed Forum di Koran

Saatnyakah UN SD?
Oleh Dr. ELIN DRIANA

BELUM reda kontroversi ujian nasional tingkat SMP danSMA, pemerintah tengah berencana menyelenggarakanujian kelulusan bagi siswa SD mulai tahun 2008.Kepastian penyelenggaraan ujian nasional sekolah dasar(UN SD) ini pun masih ditunggu-tunggu sementara tahunajaran baru 2007/2008 sudah berlangsung.Di tengah ketidakpastian tersebut, mau tidak mauguru-guru di kelas 6 mulai melakukanpenyesuaian-penyesuaian guna mempersiapkan siswamengikuti UN. Misalnya, kurikulum kelas 6 yang disusununtuk satu tahun terpaksa dipadatkan menjadi satusemester agar siswa dapat berkonsentrasi mempersiapkanUN pada semester berikutnya. Orang tua pun mulai sibukmencari-cari bimbingan belajar bagi putra-putrinyademi persiapan UN.Memacu motivasi belajar siswa dalam meningkatkanprestasi akademik mereka merupakan dalih yang kerapdikemukakan oleh pemerintah untuk membela UN.Argumentasi sejenis memang menjadi alasan yang seringdigunakan oleh para pengambil kebijakan pendidikan,termasuk di negara-negara lain. Sebagian alasantersebut dapat diterima karena tidak tertutupkemungkinan ada di antara siswa yang memiliki motivasibelajar yang rendah atau yang lebih banyakmenghabiskan waktunya untuk jalan-jalan ke mal ataumenonton sinetron tidak bermutu di televisi, misalnya,ketimbang belajar.Namun, menjadikan ujian kelulusan sebagai fokus utamaupaya peningkatan mutu pendidikan dapat mengaburkanmasalah-masalah krusial yang berkontribusi terhadapkesenjangan mutu pendidikan di tanah air, misalnyakesenjangan kualitas guru, gedung-gedung sekolah yangtidak layak dipakai, minimnya fasilitas penunjangproses pembelajaran, seperti buku-buku pelajaran,laboratorium, perpustakaan, dan internet, sertakemiskinan yang membelit sebagian masyarakat. Hal inidiperparah pula dengan tradisi "serbamendadak dantergesa-gesa" yang melekat dalam berbagai kebijakanyang dikeluarkan pemerintah di bidang pendidikan.Peluncuran kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),sertifikasi guru, ataupun UN SD merupakan sebagian diantara berbagai kebijakan dadakan lainnya. Terkait UNSD, berbagai dampak positif dan negatif yang dapatdiamati dari pelaksanaan ujian kelulusan tingkat SMPdan SMA maupun pengalaman di negara-negara lainselayaknya dipertimbangkan agar manfaat pelaksanaan UNSD lebih besar ketimbang mudaratnya. Dampak ujian kelulusanPenelitian-penelitian seputar dampak ujian kelulusanmaupun ujian kenaikan kelas kerap memberikan hasilyang bertolak belakang. Beberapa penelitianmenunjukkan bahwa keberadaan ujian kelulusanmeningkatkan prestasi akademik siswa untuk matapelajaran yang diujikan (Phelps, 2001), namunpenelitian lain menunjukkan tidak ada kontribusipositif pelaksanaan ujian kelulusan (Amrein &Berliner, 2003).Dalam penelitian terhadap dampak ujian kenaikan kelasbagi siswa kelas VI dan VIII di Chicago (istilah ujiankelulusan tidak digunakan untuk siswa SD dan SMP diAmerika Serikat), Roderick dan Angel (2001)menunjukkan adanya peningkatan semangat belajar dikalangan siswa yang kurang berprestasi. Akan tetapi,penelitian mereka juga mengindikasikan bahwa ujiankenaikan kelas tersebut tidak berpengaruh terhadapsiswa yang tidak hanya rendah prestasinya, tetapi jugaberasal dari keluarga miskin dengan berbagai problemsosial dan ekonomi. Tekanan yang lebih besar jugadialami guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah dikantong-kantong kemiskinan dengan kemampuan siswa yangkurang memadai pula.Penelitian-penelitian yang diterbitkan dalamjurnal-jurnal internasional maupun pemberitaan mediamassa mengindikasikan pula berbagai dampak negatifyang menyertai pelaksanaan ujian kelulusan. Salah satuyang kerap dikemukakan adalah terfokusnya pembelajaranpada mata pelajaran yang diujikan sehingga matapelajaran yang tidak diujikan menjadi terabaikan.Selain itu, proses belajar yang berupaya menggaliaspek kreativitas terpinggirkan karena cenderungmemfokuskan diri pada latihan-latihan soal.Negara tetangga kita, Singapura yang memang memilikiujian kelulusan mulai tingkat SD sampai SMA danterkenal dengan prestasi siswa yang gemilangsebagaimana terekam dalam The Third InternationalMathematics and Science Studies (TIMSS), mulai sedikitmengendurkan standardisasi pendidikan yang merekalakukan selama ini sebagai upaya mendorong prosesbelajar yang lebih kreatif (Zhao, 2006).Ujian kelulusan juga meningkatkan risiko putussekolah, terutama bagi anak-anak yang berasal darikeluarga tidak mampu. Berdasarkan pengalamanpelaksanaan UN SMP dan SMA tahun lalu, ujian ulang,yang merupakan standar profesional penyelenggaraanujian yang berdampak besar terhadap masa depan siswa,ditiadakan. Padahal, tidak tertutup kemungkinan adasiswa yang tidak lulus karena kesalahan pengukuranyang selalu ada pada tiap tes (false negative). Amatdisayangkan bila upaya peningkatan prestasi akademikyang terbatas pada mata pelajaran yang diujikan mestidibayar mahal dengan meningkatnya angka putus sekolahbagi siswa SD karena akan mengancam keberhasilanprogram wajib belajar sembilan tahun.Pelaksanaan UN SMP dan SMA pun telah menimbulkankecemasan di kalangan siswa, guru, dan orang tuasehingga bimbingan tes seakan menjadi keharusan. Tidakada yang salah dengan memberikan pelajaran tambahanbagi siswa bila dirasa perlu. Namun, yang terjadi saatini adalah munculnya rasa tidak percaya yangberlebihan terhadap kemampuan guru dan sekolah dalammembekali murid-muridnya.Anak-anak dari keluarga miskin, yang tidak memilikikesempatan mengikuti bimbingan belajar, akan semakinsulit untuk berkompetisi dengan anak-anak darikeluarga berada untuk masuk ke sekolah yang bermutukarena nilai UN biasanya juga digunakan sebagaikriteria utama penerimaan siswa baru. Dengan demikian,kesenjangan akses terhadap pendidikan bermutuberdasarkan status ekonomi keluarga akan semakinlebar.Di samping itu, kebiasaan meranking sekolahberdasarkan hasil UN, secara langsung maupun tidaklangsung telah memicu praktik-praktik kecuranganpelaksanaan UN yang sulit dibuktikan, namun telahmenjadi rahasia umum. Boleh-boleh saja melakukanperankingan, tetapi ranking tersebut tidak dapatbegitu saja dijadikan ukuran kualitas guru maupunsekolah tanpa mempertimbangkan kualitas murid-muridyang masuk ke sekolah tersebut, baik secara akademismaupun latar belakang sosial ekonomi. Ranking tersebutbisa jadi hanya menggambarkan kondisi sosial ekonomikeluarga siswa, namun telah ditelan mentah-mentahsebagai ukuran kualitas guru dan sekolah. Belum siapPelaksanaan ujian kelulusan mungkin saja berpotensidalam meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaranyang diujikan, namun dampak-dampak negatif yangditimbulkan tidak dapat diabaikan begitu saja.Dampak-dampak negatif tersebut akan semakinmendominasi bila berbagai masalah yang menjadi sumberkesenjangan kualitas pendidikan maupun ekonomi ditanah air tidak dijadikan prioritas. Penelitianmutakhir yang dilakukan oleh Lee (2006) terhadap 50negara bagian di Amerika Serikat yang saat ini tengahmelakukan upaya-upaya standardisasi pendidikan,menegaskan bahwa upaya-upaya tersebut akan sia-siatanpa peningkatan kualitas guru, serta sarana danprasarana penunjang proses pembelajaran lainnya.Di samping itu, pelaksanaan ujian kelulusan jugamenuntut dipenuhi standar-standar profesionalpenyelenggaraan ujian yang berdampak besar terhadapmasa depan siswa. Antara lain, pertama, pelaksanaanujian ulang sebelum berakhirnya tahun ajaran agarsiswa memiliki peluang untuk melanjutkan studi tanpamengulang pada tahun berikutnya. Kedua, tersedianyaprogram remedial bagi siswa yang gagal dengan dibiayaioleh pemerintah pusat/ daerah agar tidak membebaniorang tua. Ketiga, adanya keterpaduan antara kurikulumdan proses pembelajaran di sekolah dengan ujiankelulusan.Tampaknya, belum saatnya bagi pemerintah untukmenyelenggarakan UN SD karena belum terpenuhiprasyarat yang dibutuhkan untuk memunculkan potensidampak positif ujian kelulusan.Kenyataan bahwa pelaksanaan KTSP yang diluncurkansecara tergesa-gesa di awal tahun ajaran 2006/2007masih menimbulkan kegagapan di lapangan, jugamerupakan salah satu bukti ketidaksiapan tersebut.Memaksakan pelaksanaan UN SD saat ini, berpotensimemunculkan berbagai dampak negatif yang tidakdiharapkan sehingga semakin menjauhkan diri dari upayamengurangi kesenjangan mutu pendidikan di tanahair.*** Penulis, Doktor Bidang Riset dan Evaluasi Pendidikanlulusan Ohio University, Athens, Ohio, USA.Koordinator Lembaga Konsultasi Pendidikan LazuardiHayati.

Tidak ada komentar: